Mediarakyat.id, Jakarta

Pertamina Energi Institute bekerja sama Universitas Pertamina melaksanakan The 2nd Pertamina Energy Dialog 2024 dengan tema “Harnessing Biofuels For Resilient and Sustainable Energy”. Forum ini kali ikut dihadiri pemangku kepentingan seperti anggota, Dewan Energi Nasional, akademisi (Universitas Pertamina (UPER), Unhan, Universitas Indonesia, UPH), BRIN, lembaga penelitian/riset serta NGO.

Henricus Herwin selaku SVP Strategy & Investment PT Pertamina (Persero), melalui paparannya outlook energi nasional dalam beberapa skenario, menyampaikan peran gas bumi, bahan bakar nabati, panas bumi, dan CCS/CCUS guna mendukung transisi energi di Indonesia.

Dr Dina Nurul Fitria, selaku anggota Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan bahwa peta jalan transisi energi menuju Net Zero Emission 2060, revisi perubahan Peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan berbagai upaya mendorong tercapainya target bauran energi. Dalam konteks pengembangan bahan bakar nabati, Dina menekankan perlunya diversifikasi feedstock untuk mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber Bahan Bakar nabati (BBN) dan mitigasi risiko pasukan, Technological Advancements untuk meningkatkan efisiensi produksi BBN dan mengurangi biaya, Kebijakan Energi Nasional untuk stabilisasi pasar BBN dan menjamin praktik keberlanjutan, perlindungan lingkungan serta mitigasi risiko rantai pasok: handling cost, inventory, pipelines, dispatch order, pricing system, Rabu (7/8/2024)

Pada kesempatan yang sama, Vice Chairman Research & Technology Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Dr Jummy BM Sinaga menyampaikan betapa besar peluang industry biofuel yang dapat berkontribusi terhadap ekonomi nasional.

Indonesia saat ini berperan sebesar 21 % mensuplai minyak nabati dunia dengan minyak sawit. Kapasitas Terpasang Biodiesel di Indonesia +/- 20 juta Kiloliter, masih mampu untuk peningkatan campuran hingga 40 persen (B40), dan sedang dilakukan bertahap. Dia menjelaskan bahwa program B35 telah berhasil diimplementasikan dan progress uji coba biodiesel B40 yang sedang dilakukan secara bertahap. Uji coba sektor otomotif telah berhasil dilakukan, saat ini sedang berlangsung uji coba untuk non otomotif seperti di sektor Kereta Api (KAI), Alat Berat di sektor pertambangan, Pembangkit Listrik, alat mesin pertanian. Jika uji coba B40 yang diperkirakan selesai akhir tahun 2024 serta berjalan dengan lancar maka ada kemungkinan implementasi nya pada tahun 2025.

Prof Dr. Eng. Ir. Iman Kartolaksono dari Institut Teknologi Bandung dan juga pengajar Universitas Pertamina menyampaikan proses perjalanan riset biofuel skala laboratorium sampai akhirnya implementasi B30 di tahun 2020. B30 merupakan campuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar solar. Termasuk perkembangan pengembangan SAF atau Biovatur.

Yohanes Handoko Aryanto dari Pertamina Energy Institute menyampaikan kajian mengenai peran biofuel menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan mendekarbonisasi sektor transportasi, bagaimana transisi energi memerlukan peta jalan inovasi untuk meningkatkan keekonomian dan mendorong terobosan teknologi.

Sebagai agenda penutup, Widhyawan Prawiraatmadja, Ph.D, Advisory Board Pertamina Energy Institute, menegaskan bahwa Target Net Zero Emission (NZE) yang ambisius merupakan langkah positif menuju masa depan yang berkelanjutan. Namun, pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan berbagai tantangan dalam realisasi pengembangan potensi Energi Terbarukan.

“Tantangan ini meliputi kemampuan untuk menyeimbangkan antara kebijakan makro, regulasi dan perspektif pelaku bisnis upaya memaksimalkan profit, kesulitan pendanaan, serta perlunya insentif yang mendukung pertumbuhan sektor energi bersih atau rendah karbon.

Sehingga cross sectoral coordination sangat diperlukan untuk mencapai target NZE dan memastikan pertumbuhan ekonomi keberlanjutan,” papar Widhyawan Prawira. (JB Rumapea)

Sebarkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *