Hasil Autopsi Cokna Tuai Polemik, Pakar Hukum Pidana Angkat Bicara

0

 

Medan,


HarianMediaRakyat.com ~ Hasil otopsi jenazah Abdi Sanjaya Ginting alias Cokna manjadi Polemik yang berkepanjangan. Pasalnya keluarga Alm Cokna tetap menganggap ada keganjilan dan keanehan atas kematian Alm Cokna dan hal itu menurut keluarga Almahrum bukan disebabkan penyakit bawaan. Kali ini para ahli Hukum Pidana dan Krimonologi di Sumatera Utara angkat bicara.

Seperti halnya yang diutarakan oleh Prof Dr Maidin Gultom SH M.Hum seorang ahli Hukum Pidana dan Krimonologi di Fakultas Hukum pada Universitas Katolik Santo Thomas Medan, Sumatera Utara.

Ketika dimintai tanggapannya atas hasil otopsi kematian Abdi Sanjaya Ginting alias Cokna, sang Profesor yang enerjik ini menjelaskan bahwa dengan otopsi maka akan terungkap penyebab kematian seseorang, dan otopsi itu juga merupakan investigasi jenazah atau suatu prosedur klinis pemeriksaan yang menyeluruh kepada tubuh seseorang yang sudah meninggal, jelasnya kepada awak media di Jalan Setia Budi Medan, Sumatera Utara, Sabtu (26/09/2020) pukul 13.00 siang.

Ia katakan berkaitan dengan otopsi, dilakukan dua tindakan yaitu yang pertama otopsi pemeriksaan eksternal (luar) dan yang kedua otopsi pemeriksaan internal (dalam).

Dalam prosedur otopsi, pertama yang diperiksa tubuh jenazah bagian luar seperti berat badan jenazah ditimbang, memeriksa hal-hal yang menempel pada pakaian atau tubuh jenazah, kemudian membuka pakaian jenazah untuk melihat apakah ada partikel atau benda-benda, luka-luka, memar, lebam ditubuh jenazah, dan otopsi exsternal harus dilaksanakan terlebih dahulu.

Selanjutnya, dalam otopsi dan pemeriksaan internal maka tubuh jenazah dilakukan pembedahan dan dengan itu akan diketahui apakah hasil pemeriksaan exsternal berhubungan dengan pemeriksaan internal atas adanya luka memar, lecet, lebam, adanya darah pada tubuh korban.

Jadi dalam hal ini pemeriksaan internal akan diketahui apakah berkaitan dengan otopsi eksternal tadi. 

Dikatakan biasanya prosedurnya harus dilihat dulu hasil pemeriksaan exsternal baru dilihat hasil pemeriksaan internalnya, apakah seseorang meninggal disebabkan karena wajar atau karena akibat lain atau tidak wajar.

Mestinya juga diketahui terlebih dahulu sejarah hidup seseorang yang meninggal dengan mewawancarai keluarganya untuk mengetahui riwayat kehidupan yang meninggal itu apakah dia punya penyakit-penyakit tertentu, atau kebiasaan hidupnya sehari-hari  (seperti yang diatur dalam Undang-Undang Praktek Kedokteran), dan hal ini dikaitkan dengan otopsi.

Jadi kata Maidin, hasil otopsi itu seyogianya mengungkapkan semuanya kenapa seseorang bisa meninggal apakah karena penyakit artinya meninggal dengan wajar atau tidak wajar, jadi seorang ahli forensik dapat mengetahui apakah luka, memar, lebam, lecet didalam tubuh jenazah, berkaitan dengan penyakit atau tidak, sehingga menjadi aneh kalau ada yang mengatakan tidak mengetahui penyebab luka apakah karena benda tajam atau benda tumpul atau disebabkan oleh yang lain.

Disebutkan dalam proses otopsi di pemeriksaan internal akan terlihat apakah hasil pemeriksaan luar ada hubungannya dengan pemeriksaan dalam dan disitu akan tampak semua penyebab kematian seseorang, apakah dia meninggal wajar atau tidak wajar.

“Setiap ada pemeriksaan exsternal dan internal dalam proses otopsi jenazah, maka seorang ahli forensik akan mengetahui secara detail apa penyebab terjadinya suatu luka, lebam, lecer, memar, keluar darah pada jenazah”, Ujar Dekan Unika Santo Thomas Medan itu.

Ia katakan pemeriksaan exsternal dangan pemeriksaan internal jenazah bisa berkaitan dan bisa juga tidak berkaitan artinya diananalisis apakah kedua pemeriksaan itu saling berkaitan.

Profesor Maidin juga mengatakan, apa yang dilakukan oleh dokter ahli forensik hasilnya seharusnya diungkapkan dan dijelaskan semua kepada pihak keluarga korban, oleh karenanya otopsi itu seharusnya dapat mengungkap apa yang terjadi yang mengakibatkan seseorang itu meninggal dunia.

Terpisah, Daniel Simbolon.SH selaku penasehat Hukum keluarga korban, juga menegaskan sebelum melakukan tindakan medis atau otopsi terhadap jenazah, dokter ahli forensik sebelumnya harus menggali informasi kepada keluarga korban, apakah korban mempunyai riwayat penyakit sebelumnya atau tidak, baru setelah itu dilakukan tindakan medis atau otopsi terhadap jenazah, olehnya ia sebutkan hal tersebut tidak dilakukan oleh dokter ahli forensik RSHAM Medan.

Daniel menyebutkan, berdasarkan pasal 52 paragraf 7 huruf (a), pasien dalam menerima pelayanan praktek kedokteran mempunyai hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3 huruf (e) mendapatkan rekam medis.

“Untuk itu dari semua rangkaian penjelasan dari kedua dokter ahli forensik tersebut, kita bisa melihat dan menilai serta menduga ada ketidak jujuran dan ketidak profesionalan dari tim dokter ahli forensik, Ini menyangkut nyawa manusia hati-hati dalam mempergunakan wewenangnya dan profesinya, karena profesi seorang dokter itu sudah disumpah oleh undang-undang agar menjalankan profesinya dengan baik, jujur, transparan, untuk membuka suatu kebenaran” Ungkap Daniel simbolon SH tegas.

(gung )

Sebarkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *