HBB Apresiasi Kejari Siantar Terbitkan SKPP untuk 4 Nakes Dituduh Menista Agama

0

 

Medan | HMR 

Kejaksaan Negeri (Kejari) Pematang Siantar akhirnya menghentikan penuntutan terhadap 4 nakes yang menjadi tersangka karena memandikan jenazah seorang wanita pasien suspek COVID-19. Unsur penistaan terhadap salah satu agama tidak terbukti.

Penertiban Surat Ketetapan Pemberhentian Penuntutan (SKPP) itu pun mendapat apresiasi dari Ketua Umum DPP HBB Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul SH MH, kamis (25/2/2021). Pukul 10.00 wib”Kita apresiasi langkah yang telah diambil oleh Kejari Pematangsiantar, karena kita juga sependapat bahwa tidak ada unsur dituduhkan dalam proses pelaksanaan pelayanan di rumah sakit,” ujarnya kepada wartawan menanggapi penetapan pemberhentian penuntutan tersebut.

Menurutnya, keputusan ini menjadi langkah yang tepat untuk menyikapi peristiwa yang sedang terjadi. Dimana 4 nakes yang disangkakan terkesan dikriminalisasi karena adanya gerakan massa untuk melakukan penuntutan. “Kita yakin, hukum akan menjadi benteng yang kuat ke depan dalam mengkawal tatanan sosial,” ujarnya.

Kembali dikatakan Lamsiang Sitompul hal ini diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana sebagai _Lex Generalis_ (Hukum Umum) Pasal 14 huruf h menyatakan bahwa; Penuntut Umum mempunyai wewenang menutup perkara demi kepentingan hukum. 

Kemudian Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai _Lex Specialis_ (Hukum Khusus), Pasal 35 huruf c, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. 

Pada penjelasan ketentuan Pasal 35 c disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas. 

Sementara kalau kita baca pasal tentang penistaan Agama yang sesuai pasal 1 UU No. 1/PNPS/1965 menyatakan: “Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu” dan dikaitkan dengan tindakan yang di lakukan oleh para tenaga kesehatan tersebut sangat tidak memenuhi unsur dari pasal tersebut.

(RAID) 

Sebarkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *